Tuesday, 18 October 2016

TATACARA PERNIKAHAN (MUNAKAHAT) DALAM AGAMA ISLAM




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hal utama yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini yaitu sebagai tugas mata kuliah Ilmu Fikih yang dibina oleh Dr. Ujang Suyatman, M.Ag. Serta keingintahuan penulis tentang tatacara pernikahan (Munakahat) dalam agama Islam.
Menikah adalah salah satu cara menjaga diri dari godaan syetan dan sebuah cara untuk melestarikan keturunan. Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dlan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat. Dalam islam, pernikahan telah diatur secara jelas, baik dalam Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad SAW. Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan yang kuat antara laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga, mendapatken keturunan dan mencari ridho Allah. Akan tetapi ada sebagian orang yang belum mengetahui tentang makna pernikahan,hikmah pernikahan, tujuan pernikahan, dan hukum nikah.
Pernikahan dalam agama Islam tidak sembarang dilakukan, karena ada aturan-aturan yang harus dijalankan yang berdasarkan pada tuntunan Rasulullah SAW.
Dari latar belakang di atas maka dalam pembuatan makalah ini, penulis tertarik mengambil judul “Tatacara Pernikahan (Munakahat) dalam Agama Islam”.

1.2  Rumusan Masalah
           1.2.1    Apa pengertian pernikahan?
           1.2.2    Bagaimana hukum pernikahan dalam Islam?
           1.2.3    Bagaimana syarat dan rukun nikah?
           1.2.4    Apa manfaat dan tujuan menukah?
           1.2.5    Wanita yang bagaimana yang haram untuk dinikahi?
           1.2.6    Bagaimana cara memilih pasangan hidup dalam Islam?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Fikih yang dibina Dr. Ujang Suyatman, M.Ag. di Jurusan Bahasa Inggris, fakultas Adab dan Humaniora. Tujuan khususnya sebagai berikut.
                1.3.1    Untuk mengetahui pengertian pernikahan;
                1.3.2    Untuk mengetahui hukum pernikahan dalam Islam;
                1.3.3    Untuk mengetahui syarat dan rukun nikah;
                1.3.4    Untuk mengetahui manfaat dan tujuan menukah;
                1.3.5    Untuk mengetahui wanita yang haram untuk dinikahi; dan
                1.3.6    Untuk mengetahui cara memilih pasangan hidup dalam Islam.

1.4  Manfaat Penulisan
Secara umum, manfaat dari penulisan ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang pernikahan dalam agama Islam, bisa melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Fikih, serta dapat menambah pengalaman kepada penulis tentang penulisan karya ilmiah seperti makalah ini.

1.5  Sistematika Penulisan
Bab kesatu pendahuluan mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistimatika penulisan. Bab kedua isi mencakup pengertian pernikahan, hukum pernikahan dalam Islam, syarat dan rukun nikah, manfaat dan tujuan menikah, wanita yang haram untuk dinikahi, dan cara memilih pasangan hidup dalam Islam. Bab ketiga simpulkan dan saran.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau yang dalam bahasa Arab nya disebut “Munakahat” merupakan sunnah Rasul. Menurut Purnayudha (2012),
“Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam.  Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga  yang bahagia dan  mendapatkan  keturunan yang sah.  Nikah adalah fitrah yang berarti   sifat  asal  dan  pembawaan  manusia sebagai   makhluk    Allah SWT.

Sedangkan menurut Sukarman (2015), “Nikah ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad dan bukan mahrom.

2.2  Hukum Pernikahan Dalam Islam
Pernikahan dalam Islam adalah salah satu amalan yang disyari’atkan dan mempunyai hukum-hukumnya. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat 3 yang berbunyi.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”


Berdasarkan ayat di atas maka hukum nikah dapat dibagi lima diantaranya.
           2.2.1    Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang khawatir berbuat zina jika tidak melakukannya. Sebagaimana kita ketahui menikah adalah satu cara untuk menjaga kesucian diri. Maka jika tidak ada jalan lain untuk meraih kesucian itu, kecuali dengan menikah, maka menikah hukumnya adalah wajib bagi yang bersangkutan.
           2.2.2    Sunnah
Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi siapa saja yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, walaupun merasa yakin akan kemampuannya mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan Allah. Orang seperti ini, tetap dianjurkan untuk menikah, sebab bagaimanapun nikah adalah tetap lebih afdhal daripada mengkontrasikan diri secara total (ber-thakhalli) untuk beribadah.
           2.2.3    Mubah
Pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan) apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk melakukannya ataupun meninggalkannya, sesuai dengan pandangan syari’at.
           2.2.4    Makruh
Jika seseorang laki-laki yang tidak mempunyai syahwat untuk menikahi seseorang perempuan, atau sebaliknya, sehingga tujuan pernikahan yang sebenarnya tidak akan tercapai, maka yang demikian itu hukumnya makruh. Misalnya seorang yang impoten. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan dari pernikahan adalah menjaga diri, sehingga ketika tujuan ini tidak tercapai, maka ada faedahnya segera menikah.

           2.2.5    Haram
Pernikahan menjadi haram bila bertujuan untuk menyakiti salah satu pihak, bukan demi menjalankan sunnah rasulallah Saw. Misalnya, ada seorang laki-laki yang mau menikahi seorang perempuan demi balas dendam atau sejenisnya. Ini hukumnya haram. Masuk dalam kategori ini ketidakmampuan memberi nafkah atau menunaikan kewajiban yang lainnya (Baihaqi,1998:10 ). Jadi hukum nikah itu ada lima yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

2.3  Syarat Dan Rukun Nikah
Di dalam agama Islam, pernikahan tidak akan syah apabila rukun-rukun dan syarat syah nya tidak terpenuhi. Adapun rukun dan syarat syah nya.
           2.3.1    Ijab Qobul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Syarat Ijab Qobul yaitu diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir dan menyebut jelas pernikahan serta nama mempelai pria-wanita.
           2.3.2    Adanya Mempelai Pria
Syarat mempelai pria diantaranya Muslim & mukallaf (sehat akal, baligh, merdeka), bukan mahrom dari calon isteri, tidak dipaksa, orangnya jelas, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
           2.3.3    Adanya Mempelai Wanita
Syarat mempelai wanita diantaranya Muslimah & mukallaf, tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom dari calon suami), tidak dipaksa, orangnya jelas, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.



           2.3.4    Adanya Wali
Syarat wali diantaranya Muslim laki-laki & mukallaf, adil, tidak dipaksa, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Sedangkan tingkatan dan urutan wali diantaranya ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah, paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, anak laki-laki dari paman seayah, dan hakim.
           2.3.5    Adanya Saksi (2 orang pria)
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur dan adil agar pernikahan tersebut menjadi syah. Syarat saksi diantaranya Muslim laki-laki & mukallaf, adil, dapat mendengar dan melihat, tidak dipaksa, memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
           2.3.6    Mahar
Ketentuan mahar diantaranya, mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik mertua. Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan. Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah pula (Purnayudha, 2012). Berdasarkan pendapat di atas rukun dan syarat syah nikah ternyata ada lima, yaitu ijab qobul, adanya mempelai pria, adanya mempelai wanita, adanya wali, adanya saksi (2 orang pria), dan adanya mahar yang semuanya itu ada syarat dan ketentuannya.

2.4  Manfaat Dan Tujuan Menikah
Menikah bisa membuat hidup menjadi tenteram, nyaman, dan bahagia. Karena dalam nikah ada manfaat dan tujuannya. Sebagimana Allah SWT berfirman dalam Quran Surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi.
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Berdasarkan ayat di atas maka manfaat dan tujuan menikah adalah sebagai berikut.
           2.4.1    Manfaat Menikah
Ø  Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
Ø  Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
Ø  Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
Ø  Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
           2.4.2    Tujuan Menikah
Ø  Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia.
Ø  Untuk membentengi ahlak yang luhur.
Ø  Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Ø  Untuk meningkatkan ibadah kepada allah.
Ø  Untuk mendapat keturunan yang shalih (At-Tihami, 2004:18)
2.5  Wanita Yang Haram Untuk Dinikahi
                2.5.1    Tahrim Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya)
Ø  Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab, diantaranya ibu, anak perempuan, audara perempuan, bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah), bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu), anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), dan anak perempuan saudara perempuan.
Ø  Perempuan-perempuan yang haram diwakin karena mushaharah, diantaranya ibu istri (ibu mertua), anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), isteri anak (menantu perempuan), dan Isteri bapak (ibu tiri).
Ø  Perempuan-perempuan yang haram dikawini karena sepersusuan, diantaranya ibu susu (nenek), ibu- ibu susu (nenek dari pihak Ibu susu), ibu-bapak susu (kakek), saudara perempuan ibu susu (bibi dari pihak ibu susu, saudara perempuan bapak susu, cucu perempuan dari Ibu susu, dan saudara perempuan  sepersusuan.
                2.5.2    Tahrim Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara)
Ø  Mengumpulkan atau menikahi dua perempuan yang bersaudara.
Ø  Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.
Ø  Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.
Ø  Wanita yang dijatuhi talak tiga.
Ø  Kawin dengan wanita pezina (Purnayidha, 2012).






2.6  Cara Memilih Pasangan Hidup Dalam Islam
Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Di dalam Islam pun ada cara-cara tentang memilih pasangan hidup yang baik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda.
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu” (H.R Abu Daud)

Dari hadits di atas maka dapat kita ambil cara memilih pasangan hidup sebagai berikut. Pertama, baik agamanya, hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri tersebut. Kedua, luhur budi pekertinya karena seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
Ketiga, cantik wajahnya karena setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan kita masing-masing. Keempat, ringan maharnya. Kelima, subur, artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan. Keenam, keturunan keluarga baik-baik.  Ketujuh, bukan termasuk mahram karena kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi keturunannya (Sukarman, 2015).
Sedangkan dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak,  kehormatan, dan nama baik.



BAB III PENUTUP

3.1  Simpulan
Pernikahan adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad dan bukan mahrom. Hukum menikah diantaranya wajib, sunnah, mubah, makruh, dan wajib.  Sedangkan syarat dan rukun nikah diantaranya ijab qobul, mempelai pria, mempelai wanita, adanya wali, adanya saksi (2 orang pria), dan mahar.
Manfaat nikah yaitu mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan, mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan, mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya, serta mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. Sedangkan tujuan menikah diantaranya untuk memenuhi tuntutan naluri manusia, untuk membentengi ahlak yang luhur, untuk menegakkan rumah tangga yang islami, untuk meningkatkan ibadah kepada allah, dan untuk mendapat keturunan yang shalih.
Wanita yang haram dinikahi ada dua tipe. Pertama, Tahrim Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya). Kedua, Tahrim Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara). Cara memilih pasangan hidup dalam Islam diantaranya baik agamanya,  luhur budi pekertinya, cantik wajahnya, ringan maharnya, subur, keturunan keluarga baik-baik, dan bukan termasuk mahram. Sedangkan dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak,  kehormatan, dan nama baik.



3.2  Saran
Pernikahan merupakan suatu ikatan  yang  menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dalam  mendapatkan keturunan yang sah. 
Bagi seorang muslim hendaknya mengerti dan memahami tentang makna, hikmah, tujuan, dan hukum pernikahan, karena akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Serta agar kita tidak sekali-kali bila ada kesalahpahaman   di  dalam  keluarga jangan terus membuat keputusan untuk bercerai, karena bercerai itu tidak disukai oleh Allah SWT.


















DAFTAR PUSTAKA

At-Tihami, Muhammad.2004.Merawat Cinta Kasih Menurut Syariat Islam.Surabaya: Gita Mediah
Baihaqi, Ahmad Rafi. 2006. Membangun Syurga Rumah Tangga.Surabaya: Ampel Mulia.
Purnayudha, Ricky.2012.Munakahat. (http://makalah-fiqh.blogspot.co.id/2012/05/munakahat.html). (diaskes, 04 April 2016).
Sukarman, Ade.2015. Makalah Pendidikan Agama Islam Tentang Hukum Pernikahan (Munakahat). (http://www.gudangnews.info/2015/03/makalah-pendidikan-agama-islam-tentang_13.html). (diakses, 04 April 2016).



No comments:

Post a Comment