BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hal utama yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini
yaitu sebagai tugas mata kuliah Ilmu Fikih yang dibina oleh Dr. Ujang Suyatman,
M.Ag. Serta keingintahuan penulis tentang tatacara
pernikahan (Munakahat) dalam agama Islam.
Menikah
adalah salah satu cara menjaga diri dari godaan syetan dan sebuah cara untuk
melestarikan keturunan. Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang
disyariatkan dalam agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang
menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga
yang bahagia dlan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang
berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Tujuan
pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat. Dalam
islam, pernikahan telah diatur secara jelas, baik dalam Al-Quran maupun hadits
Nabi Muhammad SAW. Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan yang kuat antara
laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga, mendapatken keturunan dan
mencari ridho Allah. Akan tetapi ada sebagian orang yang belum mengetahui
tentang makna pernikahan,hikmah pernikahan, tujuan pernikahan, dan hukum nikah.
Pernikahan
dalam agama Islam tidak sembarang dilakukan, karena ada aturan-aturan yang
harus dijalankan yang berdasarkan pada tuntunan Rasulullah SAW.
Dari latar belakang di atas maka dalam pembuatan makalah
ini, penulis tertarik mengambil judul “Tatacara Pernikahan (Munakahat) dalam
Agama Islam”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian pernikahan?
1.2.2 Bagaimana hukum pernikahan dalam Islam?
1.2.3 Bagaimana syarat dan rukun nikah?
1.2.4 Apa manfaat dan tujuan menukah?
1.2.5 Wanita yang bagaimana yang haram untuk
dinikahi?
1.2.6 Bagaimana cara memilih pasangan hidup
dalam Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk
melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Fikih yang dibina Dr. Ujang Suyatman, M.Ag.
di Jurusan Bahasa Inggris, fakultas Adab dan Humaniora. Tujuan khususnya
sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian
pernikahan;
1.3.2 Untuk mengetahui hukum
pernikahan dalam Islam;
1.3.3 Untuk mengetahui syarat
dan rukun nikah;
1.3.4 Untuk mengetahui manfaat
dan tujuan menukah;
1.3.5 Untuk mengetahui wanita
yang haram untuk dinikahi; dan
1.3.6 Untuk mengetahui cara
memilih pasangan hidup dalam Islam.
1.4 Manfaat Penulisan
Secara umum, manfaat dari penulisan ini dapat
meningkatkan pengetahuan tentang pernikahan dalam agama Islam, bisa melengkapi
tugas mata kuliah Ilmu Fikih, serta dapat menambah pengalaman kepada penulis
tentang penulisan karya ilmiah seperti makalah ini.
1.5 Sistematika Penulisan
Bab kesatu pendahuluan mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, dan sistimatika penulisan. Bab kedua isi mencakup
pengertian pernikahan, hukum pernikahan dalam Islam, syarat dan rukun nikah,
manfaat dan tujuan menikah, wanita yang haram untuk dinikahi, dan cara memilih
pasangan hidup dalam Islam. Bab ketiga simpulkan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau yang dalam bahasa Arab nya
disebut “Munakahat” merupakan sunnah Rasul. Menurut Purnayudha (2012),
“Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama
Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan
yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan mendapatkan
keturunan yang sah. Nikah adalah
fitrah yang berarti sifat asal
dan pembawaan manusia sebagai makhluk
Allah SWT.”
Sedangkan menurut Sukarman (2015), “Nikah ialah ijab dan qabul
(‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang
diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang
ditentukan oleh Islam.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pernikahan adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu
ikatan dengan perjanjian atau akad dan bukan mahrom.
2.2 Hukum
Pernikahan Dalam Islam
Pernikahan
dalam Islam adalah salah satu amalan yang disyari’atkan dan mempunyai
hukum-hukumnya. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat
3 yang berbunyi.
وَإِنْ خِفْتُمْ
أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ
مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ
مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang
demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Berdasarkan ayat di atas maka hukum nikah dapat dibagi lima
diantaranya.
2.2.1 Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang khawatir berbuat zina jika
tidak melakukannya. Sebagaimana kita ketahui menikah adalah satu cara untuk
menjaga kesucian diri. Maka jika tidak ada jalan lain untuk meraih kesucian
itu, kecuali dengan menikah, maka menikah hukumnya adalah wajib bagi yang
bersangkutan.
2.2.2 Sunnah
Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi siapa
saja yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah dan memiliki
kemampuan untuk melakukannya, walaupun merasa yakin akan kemampuannya
mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus dalam
perbuatan yang diharamkan Allah. Orang seperti ini, tetap dianjurkan untuk
menikah, sebab bagaimanapun nikah adalah tetap lebih afdhal daripada
mengkontrasikan diri secara total (ber-thakhalli) untuk beribadah.
2.2.3 Mubah
Pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan
dan boleh juga ditinggalkan) apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk
melakukannya ataupun meninggalkannya, sesuai dengan pandangan syari’at.
2.2.4 Makruh
Jika seseorang laki-laki yang tidak mempunyai syahwat untuk
menikahi seseorang perempuan, atau sebaliknya, sehingga tujuan pernikahan yang
sebenarnya tidak akan tercapai, maka yang demikian itu hukumnya makruh.
Misalnya seorang yang impoten. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan dari
pernikahan adalah menjaga diri, sehingga ketika tujuan ini tidak tercapai, maka
ada faedahnya segera menikah.
2.2.5 Haram
Pernikahan menjadi haram bila bertujuan untuk menyakiti salah satu
pihak, bukan demi menjalankan sunnah rasulallah Saw. Misalnya, ada seorang
laki-laki yang mau menikahi seorang perempuan demi balas dendam atau
sejenisnya. Ini hukumnya haram. Masuk dalam kategori ini ketidakmampuan memberi
nafkah atau menunaikan kewajiban yang lainnya (Baihaqi,1998:10 ). Jadi hukum
nikah itu ada lima yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
2.3 Syarat Dan
Rukun Nikah
Di dalam agama Islam, pernikahan tidak akan syah apabila
rukun-rukun dan syarat syah nya tidak terpenuhi. Adapun rukun dan syarat syah
nya.
2.3.1 Ijab Qobul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali
dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan
mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Syarat Ijab Qobul yaitu diucapkan dengan bahasa yang dimengerti
oleh semua pihak yang hadir dan menyebut jelas pernikahan serta nama mempelai
pria-wanita.
2.3.2 Adanya Mempelai
Pria
Syarat mempelai pria diantaranya Muslim & mukallaf (sehat akal,
baligh, merdeka), bukan mahrom dari calon isteri, tidak dipaksa, orangnya jelas,
dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
2.3.3 Adanya Mempelai
Wanita
Syarat mempelai wanita diantaranya Muslimah & mukallaf, tidak
ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom
dari calon suami), tidak dipaksa, orangnya jelas, dan tidak sedang melaksanakan
ibadah haji.
2.3.4 Adanya Wali
Syarat wali diantaranya Muslim laki-laki & mukallaf, adil,
tidak dipaksa, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Sedangkan tingkatan
dan urutan wali diantaranya ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung, saudara
laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak
laki-laki dari saudara laki – laki seayah, paman sekandung, paman seayah, anak
laki-laki dari paman sekandung, anak laki-laki dari paman seayah, dan hakim.
2.3.5 Adanya Saksi (2
orang pria)
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad
nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya
2 orang saksi pria yang jujur dan adil agar pernikahan tersebut menjadi syah.
Syarat saksi diantaranya Muslim laki-laki & mukallaf, adil, dapat mendengar
dan melihat, tidak dipaksa, memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul,
dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
2.3.6 Mahar
Ketentuan mahar diantaranya, mahar adalah pemberian wajib (yang tak
dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik
sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Mahar wajib diterimakan kepada
isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik mertua. Mahar yang tidak
tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan
dengan kerelaan. Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam
menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku.
Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat.
Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah pula (Purnayudha, 2012).
Berdasarkan pendapat di atas rukun dan syarat syah nikah ternyata ada lima,
yaitu ijab qobul, adanya mempelai pria, adanya mempelai wanita, adanya wali,
adanya saksi (2 orang pria), dan adanya mahar yang semuanya itu ada syarat dan
ketentuannya.
2.4 Manfaat Dan
Tujuan Menikah
Menikah bisa
membuat hidup menjadi tenteram, nyaman, dan bahagia. Karena dalam nikah ada
manfaat dan tujuannya. Sebagimana Allah SWT berfirman dalam Quran Surat Ar-Rum
ayat 21 yang berbunyi.
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ
لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berdasarkan
ayat di atas maka manfaat dan tujuan menikah adalah sebagai berikut.
2.4.1 Manfaat Menikah
Ø Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia
dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
Ø Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam
perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu
yang diharamkan.
Ø Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa
denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
Ø Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
2.4.2 Tujuan Menikah
Ø Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia.
Ø Untuk membentengi ahlak yang luhur.
Ø Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Ø Untuk meningkatkan ibadah kepada allah.
Ø Untuk mendapat keturunan yang shalih (At-Tihami, 2004:18)
2.5 Wanita Yang
Haram Untuk Dinikahi
2.5.1 Tahrim
Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya)
Ø Perempuan-perempuan yang haram dinikahi
karena nasab, diantaranya ibu,
anak perempuan, audara perempuan, bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah),
bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu), anak perempuan saudara laki-laki
(keponakan), dan anak perempuan saudara perempuan.
Ø Perempuan-perempuan
yang haram diwakin karena mushaharah,
diantaranya ibu istri (ibu mertua), anak perempuan dari isteri yang sudah
didukhul (dikumpul), isteri anak (menantu perempuan), dan Isteri bapak (ibu
tiri).
Ø Perempuan-perempuan
yang haram dikawini karena sepersusuan, diantaranya ibu susu (nenek), ibu- ibu susu (nenek dari pihak Ibu
susu), ibu-bapak susu (kakek), saudara perempuan ibu susu (bibi dari pihak ibu
susu, saudara perempuan bapak susu, cucu perempuan dari Ibu susu, dan saudara
perempuan sepersusuan.
2.5.2 Tahrim
Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara)
Ø Mengumpulkan atau menikahi dua perempuan yang bersaudara.
Ø Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya
dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.
Ø Isteri orang lain dan wanita yang menjalani
masa iddah.
Ø Wanita yang dijatuhi talak tiga.
Ø Kawin dengan wanita pezina (Purnayidha, 2012).
2.6 Cara Memilih
Pasangan Hidup Dalam Islam
Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya
akan menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya
dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Di dalam Islam
pun ada cara-cara tentang memilih pasangan hidup yang baik. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda.
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا
وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW
beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara,
yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai
agama maka akan berdeburlah tanganmu” (H.R Abu Daud)
Dari hadits di atas maka dapat kita ambil cara memilih pasangan
hidup sebagai berikut. Pertama, baik agamanya, hendaknya ketika memilih
istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri tersebut. Kedua,
luhur budi pekertinya karena seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu
sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan
hidupnya.
Ketiga, cantik
wajahnya karena setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu
pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat
pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk
sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan kita masing-masing. Keempat,
ringan maharnya. Kelima, subur, artinya cepat memperoleh keturunan dan
wanita itu tidak berpenyakitan. Keenam, keturunan keluarga baik-baik. Ketujuh, bukan termasuk mahram karena
kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping
itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan
problem genetika bagi keturunannya (Sukarman, 2015).
Sedangkan dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya
memilih orang yang memiliki akhlak,
kehormatan, dan nama baik.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Pernikahan
adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu
ikatan dengan perjanjian atau akad dan bukan mahrom. Hukum menikah diantaranya wajib, sunnah, mubah, makruh, dan
wajib. Sedangkan syarat dan rukun nikah
diantaranya ijab qobul, mempelai pria, mempelai wanita, adanya wali, adanya
saksi (2 orang pria), dan mahar.
Manfaat nikah yaitu mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan
jalan berkembang biak dan berketurunan, mampu menjaga suami istri terjerumus
dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari
sesuatu yang diharamkan, mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara
duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya, serta mampu membuat wanita
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
Sedangkan tujuan menikah diantaranya untuk memenuhi tuntutan naluri manusia, untuk
membentengi ahlak yang luhur, untuk menegakkan rumah tangga yang islami, untuk
meningkatkan ibadah kepada allah, dan untuk mendapat keturunan yang shalih.
Wanita yang haram dinikahi ada dua tipe. Pertama, Tahrim Muabbad
(pengharaman yang berlaku selama-lamanya). Kedua, Tahrim Muaqqat (pengharaman
yang bersifat sementara). Cara memilih pasangan hidup dalam Islam diantaranya
baik agamanya, luhur budi pekertinya,
cantik wajahnya, ringan maharnya, subur, keturunan keluarga baik-baik, dan
bukan termasuk mahram. Sedangkan dalam memilih calon suami bagi anak perempuan
hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak,
kehormatan, dan nama baik.
3.2 Saran
Pernikahan merupakan suatu ikatan
yang menghalalkan pergaulan
laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia
dalam mendapatkan keturunan yang
sah.
Bagi seorang muslim hendaknya mengerti dan
memahami tentang makna, hikmah, tujuan, dan hukum pernikahan, karena akan
membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Serta agar kita tidak sekali-kali bila ada kesalahpahaman di
dalam keluarga jangan terus
membuat keputusan untuk bercerai, karena bercerai itu tidak disukai oleh Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
At-Tihami,
Muhammad.2004.Merawat Cinta Kasih Menurut Syariat Islam.Surabaya: Gita
Mediah
Baihaqi, Ahmad Rafi. 2006. Membangun Syurga Rumah Tangga.Surabaya: Ampel Mulia.
Purnayudha, Ricky.2012.Munakahat. (http://makalah-fiqh.blogspot.co.id/2012/05/munakahat.html). (diaskes, 04 April 2016).
Sukarman, Ade.2015. Makalah
Pendidikan Agama Islam Tentang Hukum Pernikahan (Munakahat). (http://www.gudangnews.info/2015/03/makalah-pendidikan-agama-islam-tentang_13.html). (diakses, 04 April 2016).
No comments:
Post a Comment